Anggaran 1,39T Percuma, Coretax Kembali ke Sistem Lama?
Latar Belakang
Pada tanggal 1 Januari 2025, Core Tax Administration System (Coretax) mulai diimplementasikan dengan tujuan mempermudah Wajib Pajak (WP) dalam administrasi dan pembayaran pajak berbasis digital. Pengembangan Coretax merupakan bagian dari Proyek Pemutakhiran Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan Teknis yang mengatur terkait pelaksanaan sistem Coretax.
Anggaran Besar, Hasil Bermasalah
Coretax dikembangkan dengan anggaran sebesar Rp1,39 Triliun dan dibangun oleh 3 perusahaan besar, yaitu PricewaterhouseCoopers (PWC) Indonesia sebagai penyelenggara tender, LG CNS Qualysoft Consortium sebagai tender yang dipilih sendiri oleh PwC Indonesia, dan Deloitte Consulting sebagai konsultannya. Namun saat diimplementasikan, Coretax justru mengalami banyak masalah yang berdampak kepada seretnya setoran pajak ke kas negara dan menyulitkan WP.
Adapun DeepSeek sebagai aplikasi dengan kecerdasan buatan yang dikembangkan sejak tahun 2020 dari Cina hanya memerlukan 7,05% dari anggaran Coretax yaitu sebesar 6 juta dolar AS atau setara Rp97,8 Miliar saja. Hal tersebut mengundang pertanyaan dari masyarakat, apakah pemerintah sudah mengawasi dan melakukan pengecekan terhadap pembuatan Coretax dengan baik? Mengingat anggaran yang dikeluarkan sangatlah banyak dan menggunakan uang hasil dari pembayaran pajak masyarakat Indonesia.
​
Permasalahan Sistem Coretax
1. Sistem Coretax Sering Bermasalah
-
Sejak awal penggunaan Coretax, sistem ini sudah banyak menimbulkan kendala, seperti pembuatan akun tidak berjalan lancar, website Coretax sering error dan sangat lambat jika digunakan.
2. Para WP Khawatir Terkena Denda
-
Akibat kerusakan pada sistem Coretax, para wajib pajak khawatir akan membayar denda karena terlambat untuk membayar pajak.
3. Representative License Tidak Sesuai
-
Sertifikat Konsultan Pajak tingkat B, tetapi pada sistem Coretax masih tercatat sebagai tingkat A, sehingga dampak bagi seseorang wajib pajak adalah tidak bisa menjadi Kuasa Subjek Pajak Badan.
4. Kendala Otorisasi atau Sertifikat Elektronik
-
Kendala tersebut disebabkan karena kegagalan proses validasi wajah, sehingga sertifikat elektronik berhasil dibuat, tetapi saat dicetak yang tercantum nama orang lain.
5. Sinkronisasi Data Profil Wajib Pajak Tidak Berjalan dengan Baik
-
Akibatnya pembuatan withholding tax menjadi terganggu dan dapat menimbulkan sanksi yang memberatkan WP.
​​
Ketidakpastian Pemerintah
Akhirnya, pada tanggal 10 Februari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat untuk menjalankan sistem Coretax bersamaan dengan sistem perpajakan yang lama. Keputusan ini diambil sebagai langkah antisipasi untuk memitigasi potensi gangguan terhadap penerimaan pajak selama penyempurnaan Coretax. Meskipun Coretax direncanakan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahun 2025, DJP Online tetap digunakan untuk SPT tahun 2024, menunjukkan bahwa pemerintah sendiri belum sepenuhnya percaya pada sistem baru ini.
​
Kesimpulan
Coretax sebagai sistem baru pemerintah untuk melakukan transformasi digital dalam sistem perpajakan telah menjadi proyek gagal pemerintah. Walaupun menggunakan anggaran sebesar Rp1,39 Triliun dan dibangun oleh 3 perusahaan besar, implementasi Coretax memiliki banyak masalah yang membuat kerugian negara dan mempersulit administrasi para Wajib Pajak sehingga Coretax sekarang dijalankan bersamaan dengan sistem perpajakan yang lama.
Statement
Bagaimana sebenarnya perencanaan dan pengujian sistem Coretax dilakukan? Mengingat dengan anggaran sebesar itu, seharusnya Coretax sudah siap untuk digunakan. Namun, yang terjadi malah sebaliknya.






