top of page

Polemik RUU TNI: Ketika Sejarah Terulang Kembali

Latar Belakang

       Pada tanggal 14 Maret 2025, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar rapat Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) bersama pemerintah secara tertutup di Hotel Fairmont Jakarta dan tidak disiarkan secara live. Adapun RUU TNI diusulkan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 sesuai Surat Presiden RI Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025.

 

Rapat Tertutup hingga Pemborosan Anggaran

Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, menyatakan bahwa rapat pembahasan RUU TNI di hotel dilakukan untuk tujuan konsinyering, yaitu membahas isu-isu secara intensif dan DPR juga telah lama menggunakan hotel untuk rapat-rapat penting lain sebagai praktik kultural biasa dalam proses legislasi di DPR. Namun, bukankah ini termasuk pemborosan dan melanggar upaya prioritas efisiensi anggaran yang sedang diupayakan pemerintah, serta tidak sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik, khususnya asas keterbukaan dan kepentingan umum? Hal tersebut justru merusak kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dan DPR dalam menjalankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam proses legislasi. Lalu, bagaimana masyarakat dapat percaya terhadap lembaga legislasi, jika mereka saja tidak berintegritas dalam menjalankan tugasnya?

​

Perbandingan UU TNI 2004 dan RUU TNI 2025

Aspek

UU TNI 2004

RUU TNI 2025 (Revisi)

Jumlah Kementerian/Lembaga

Prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan di 10 kementerian/lembaga (Pasal 47).

Penambahan menjadi 16 kementerian/lembaga, termasuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Kedudukan TNI

Dalam hal ini, TNI berfungsi sebagai alat pertahanan negara dengan batasan yang jelas.

Memperluas peran TNI dalam tugas non-militer dengan penekanan pada strategis dalam keamanan nasional.

Usia Pensiun

Batas usia pensiun prajurit adalah 58 tahun.

Perpanjangan usia pensiun menjadi 60 tahun, bahkan hingga 65 tahun untuk suatu jabatan tertentu.

Pelaksanaan Operasi Militer Selain Perang (OMSP)

Pelaksanaan OMSP diatur berdasarkan kebijakan politik negara.

Diusulkan agar OMSP diatur secara lebih lanjut dengan peraturan pemerintah atau peraturan presiden.

Secara keseluruhan, perubahan ini menunjukkan potensi regresi terhadap praktik  militerisme yang telah ditinggalkan pasca-reformasi, sehingga banyak pihak khawatir bahwa RUU ini akan mengancam prinsip supremasi sipil dan membuka jalan bagi dominasi militer dalam birokrasi pemerintahan dan merusak prinsip demokrasi. Adapun pengesahan RUU TNI sama sekali tidak memiliki urgensi dan dapat menimbulkan kericuhan karena berpotensi sama seperti kebijakan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) saat Orde Baru.

​

Dwifungsi ABRI di masa lalu telah menjadi bukti bahwa keterlibatan militer dalam politik dan pemerintahan justru menimbulkan banyak dampak negatif, seperti:

1. Dominasi militer yang menyebabkan militer menguasai berbagai aspek pemerintahan dan membatasi peran sipil dalam pengambilan keputusan. 

2. Keterlibatan ABRI dalam berbagai sektor pemerintahan menimbulkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), karena penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

3. Tindakan represif bahkan kekerasan dilakukan oleh militer secara langsung terhadap pihak oposisi. Jika mereka mengkritisi pemerintah, hal ini melanggar hak asasi manusia dan menimbulkan ketidakpastian hukum di kalangan masyarakat sipil.

​

Dampak RUU TNI

Pengesahan RUU TNI berpotensi memicu kericuhan karena kemiripannya dengan dwifungsi ABRI di Orde Baru. Jika disahkan, RUU ini dapat melemahkan profesionalisme militer, merusak demokrasi, dan mengancam supremasi sipil. Tugas utama TNI adalah mempertahankan keamanan dan kedaulatan negara. Oleh karenanya, militer tidak seharusnya terlibat dalam politik, pemerintahan sipil, atau penegakan hukum selain perang.

​

Kesimpulan

Pengesahan RUU TNI tidak memiliki urgensi, dirumuskan secara ugal-ugalan, serta tidak transparan kepada publik. Keputusan pemerintah untuk segera mengesahkan RUU TNI ini hanya akan membawa Indonesia kembali ke masa lalu dan menimbulkan  dwifungsi ABRI seperti saat Orde Baru. 

 

Statement

Mengapa pemerintah menghidupkan warisan orde baru yang sudah jelas membawa dampak buruk, bukannya menyelesaikan regulasi yang benar-benar berdampak bagi rakyat? Pemerintah harus mengkaji ulang RUU TNI. Demi menjaga demokrasi, kembalikan tentara ke barak!

Copyright © 2024 Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Tarumanagara

​

  • Instagram
  • Facebook
  • X
  • Youtube
  • TikTok
bottom of page