top of page

Dari Ikrar Menuju Identitas Bangsa, Hingga Lahirnya Sumpah Pemuda

 

Latar Belakang 

     Sumpah Pemuda lahir dari Kongres Pemuda II yang digelar pada 27-28 Oktober 1928 di Batavia (sekarang Jakarta), sebagai hasil kesepakatan para pemuda dari berbagai organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, dan Jong Celebes. Pada masa itu para pemuda perlu merasa perlu adanya persatuan nasional sebagai kekuatan yang mampu melawan kolonialisme Belanda. Dalam tiga rapat yang berbeda, para pemuda membahas pentingnya persatuan melalui faktor sejarah, bahasa, pendidikan, dan kemauan bersama. Puncaknya adalah pengucapan ikrar yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda, yang berisi tekad untuk menjunjung satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesia. Ikrar ini menjadi landasan penting dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan identitas nasional Indonesia yang modern.

    Namun, narasi tentang Sumpah Pemuda ini juga menghadirkan kontroversi. Beberapa sejarawan seperti J.J. Rizal dan Batara Richard Hutagalung mengkritik istilah "Sumpah Pemuda" yang sebenarnya tidak tercantum dalam dokumen asli Kongres Pemuda II. Dokumen asli hanya menyebutkan "putusan kongres" yang berisi pengakuan atas tanah, bangsa, dan bahasa, tanpa kata "sumpah" ataupun "janji" yang mengikat secara formal. Istilah "Sumpah Pemuda" dan maknanya yang menguat sebagai simbol persatuan bangsa justru diperkenalkan belakangan oleh tokoh seperti Mohammad Yamin dalam upaya memperkuat narasi nasionalisme. Kritik ini menyebut bahwa narasi Sumpah Pemuda merupakan rekayasa ideologis yang berfungsi sebagai propaganda untuk membangun identitas nasional pasca kemerdekaan.


 

Pelaksanaan Kongres Pemuda

       Kongres Pemuda dimulai dengan Kongres Pemuda I yang diadakan pada 30 April hingga 2 Mei 1926 di Jakarta, tepatnya di Gedung Vrijmetselaarsloge (sekarang gedung Bappenas). Kongres ini merupakan pertemuan berbagai organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, hingga Jong Bataks Bond yang bertujuan untuk membahas peran pemuda dalam kemajuan bangsa dan membangun persatuan antar pemuda dari berbagai daerah. Diskusi yang terjadi mencakup isu kedudukan perempuan, peran agama, dan penggunaan bahasa dalam kehidupan berbangsa. Meskipun kongres ini belum menghasilkan keputusan besar, kongres ini memupuk semangat kebangsaan dan menyatukan visi yang menjadi dasar perjuangan selanjutnya.

     Kongres Pemuda II yang digelar pada 27-28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop, Jakarta, merupakan kelanjutan dan penyempurnaan upaya persatuan tersebut. Pada kongres ini, para pemuda dari berbagai organisasi sepakat untuk menyatukan tekad dalam Sumpah Pemuda, yakni mengakui satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Sumpah ini menjadi tonggak sejarah penting dalam semangat nasionalisme dan perjuangan kemerdekaan Indonesia, menjadi simbol persatuan yang melampaui perbedaan suku, agama, dan daerah.

      Kongres Pemuda III yang dilaksanakan sekitar akhir Desember 1928 merupakan lanjutan konsolidasi dan pelaksanaan nilai-nilai kebangsaan yang sudah disepakati dalam Kongres Pemuda II, memperkuat struktur organisasi kepemudaan, serta memajukan kegiatan sosial-kebangsaan untuk mempererat persatuan nasional yang pada akhirnya membentuk fondasi kokoh dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
 

Fakta Sumpah Pemuda

Berikut beberapa fakta dibalik Sumpah Pemuda yang dirumuskan pada Kongres Pemuda II tahun 1928:

  1. Rapat pertama Kongres Pemuda II pada 27 Oktober 1928 digelar di gedung Katholieke Jongenlingen Bond di Lapangan Banteng, Jakarta. Kongres ini dilaksanakan dalam tiga rapat berbeda di tiga gedung berbeda untuk menghasilkan Sumpah Pemuda.​

  2. Hanya enam perempuan yang turut serta dalam kongres yang dihadiri sekitar 82 peserta. Hal ini menunjukkan minimnya kontribusi perempuan dan dominasi keterlibatan laki-laki dalam pergerakan pemuda saat itu.​

  3. Meskipun tujuan utama adalah memperkuat bahasa persatuan, nyatanya mayoritas komunikasi dan notulen rapat pada awalnya menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia, karena sebagian besar pemuda masih terbiasa menggunakan bahasa Belanda dalam pendidikan formal.

  4. Nama "Sumpah Pemuda" sendiri sebenarnya baru dikenal pada tahun 1950an, karena pada saat rumusan awalnya tidak disebut dengan nama khusus.​

  5. Lagu Indonesia Raya pertama kali diperkenalkan dalam kongres ini, yang kemudian menjadi lagu kebangsaan Indonesia.​

  6. Kata "merdeka" tidak diizinkan untuk diucapkan selama kongres karena tekanan kolonial Belanda yang mengawasi setiap kata dan langkah penyelenggaraan kongres.​

  7. Gedung tempat kongres berlangsung kini dijadikan museum sebagai pengingat pentingnya peristiwa ini dalam sejarah nasional.​

  8. Teks Sumpah Pemuda dirumuskan oleh satu orang yang memiliki peran penting dalam mensintesis konsensus, yakni Mohammad Yamin, yang juga berperan sebagai sekretaris kongres.

 

Kontroversi 

     Kontroversi mendasar mengenai Sumpah Pemuda berpusat pada keaslian dan narasi historis di balik peristiwa tersebut. Beberapa sejarawan, seperti J.J. Rizal dan Ichwan Azhari, mengkritik bahwa istilah “Sumpah Pemuda” baru populer sekitar tahun 1950-an, jauh setelah Kongres Pemuda II tahun 1928. Menurut kritik mereka, tidak ada fakta sejarah yang menunjukkan bahwa para pemuda secara resmi mengucapkan sumpah, melainkan hanya sebuah “putusan kongres” yang berupa pengakuan satu tanah air, bangsa, dan bahasa. 

      Mohammad Yamin, tokoh penting yang kemudian menjabat Menteri Pendidikan, dituduh merekonstruksi narasi ini menjadi sebuah “sumpah” untuk memperkuat nasionalisme pasca kemerdekaan. Kritik lebih tajam mengaitkan ini sebagai teknik “kebohongan besar” ala propaganda modern yang mengulang narasi demi menjadi kebenaran yang diyakini publik. 

       Selain itu, kontroversi juga muncul terkait keterlibatan organisasi tertentu seperti Jong Ambon yang hampir tidak disebut dalam sejarah resmi, menimbulkan pertanyaan tentang selektivitas narasi sejarah dan fungsi simbolik Sumpah Pemuda dalam membangun identitas nasional. Dengan demikian, perdebatan tentang Sumpah Pemuda tidak hanya soal peristiwa sejarah tetapi juga soal konstruksi politik dan historiografi yang melayani kepentingan nasionalisme Indonesia pasca kemerdekaan.

 

Makna Sumpah Pemuda

        Makna dari Sumpah Pemuda adalah sebagai simbol kuat persatuan dan cinta tanah air Indonesia. Ikrar yang diucapkan pada 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda II menegaskan bahwa meskipun berasal dari berbagai suku, agama, dan daerah, seluruh rakyat Indonesia telah sepakat untuk menyatukan diri dalam satu tanah air, satu bangsa, dan menggunakan satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Makna ini mengandung pesan bahwa keberagaman harus dijadikan kekuatan, bukan pemecah belah, dan semangat persatuan harus tetap dijaga di tengah berbagai perbedaan. Sumpah Pemuda menjadi tonggak penting yang mengilhami perjuangan kemerdekaan Indonesia dan terus relevan hingga kini sebagai dasar menjaga toleransi, persatuan, dan nasionalisme dalam menghadapi tantangan modern, seperti globalisasi dan perpecahan sosial.

 

Copyright © 2024 Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Tarumanagara

​

  • Instagram
  • Facebook
  • X
  • Youtube
  • TikTok
bottom of page